1/16/2009

“Abi, Aku Sekarat”

Abi, aku sekarat.”
Kalimat ini terus bergema di telinga Kamal Awaga bersamaan dengan sakit hati yang ia rasakan.
Ini adalah kalimat terakhir yang diucapkan anaknya, Ibrahim yang berumur 9 tahun, sebelum ia akhirnya menjadi syahid (Insya Allah) akibat serangan biadab Israel.
“Mereka membunuh putraku dengan tangan dingin,” ungkap Kamal dalam keadaan yang terguncang menghadapi kematian anaknya yang tragis. Ibrahim akhirnya menambah jumlah korban jiwa anak-anak Gaza yang dibunuh Israel, menjadi lebih dari 350 nyawa sejak 27 Desember silam.

Jika yang lain menjadi korban peluru-peluru yang membabi buta atau bombardir yang dilakukan zionis Israel laknatullah, nasib Ibrahim lebih tragis dari mereka.
Ia menjadi bahan percobaan yang digunakan regu cadangan tentara Israel laknatullah.
“Israel sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan kepada dia yang tidak berdosa,” tambah Kamal yang saat itu masih berada di RS. Al-Shifa, mengurus jenazah putranya. “Mereka tidak memiliki rasa kasihan untuk tubuhnya yang kecil.”


Hari yang Cerah

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya di benak keluarga Kamal Awaga bahwa mereka akan mengalami nasib yang tragis.
Mereka bangun tiap paginya untuk menghadapi hari yang cerah, bukan untuk terkunci dalam sebuah ruang kecil untuk menghindari bom-bom Israel.

“Ibu, biarkan aku sarapan di luar, di kebun kita.

Aku bosan tinggal dalam ruang sempit ini,” ujar Ibu Ibrahim yang mengulangi perkataan anaknya.


Satu jam kemudian, sebuah meja diletakkan di kebun mereka dan satu keluarga itu berharap dapat menikmati sarapan kali ini dengan sempurna, momen yang jarang mereka temui. Mereka berusaha acuh terhadap keadaan sekitar, mereka tidak memperhatikan dari jauh apakah misil-misil Israel menargetkan rumah mereka.
Sebuah misil pertama menghancurkan acara mereka setelah itu misil-misil lainnya menghancurkan rumah mereka.

“Abi, aku sekarat,” ujar Ibrahim saat itu dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Cepat pergi,” ujar Kamal Awaga kepada istri dan dua anaknya sambil menggendong tubuh Ibrahim. Tetapi, belum sampai ke gerbang rumah, peluru menghujani keberadaan mereka.
Satu peluru mengenai lengan Ibu Ibrahim dan satu peluru lainnya mengenai pinggang Kamal Awaga. Dua saudara Ibrahim bersembunyi di balik puing-puing reruntuhan rumah mereka.


Praktek Menembak

Ketika hujan peluru telah selesai, keluarga Awaga berfikir kesengsaraan mereka Selesai. Tetapi tentara zionis Israel tidak selesai sampai di siru.
“Tentara Israel semakin mendekat, aku fikir, aku akan menjadi target mereka,” ujar Awaga. “Tetapi ternyata mereka mengarahkan senjatanya ke anakku, Ibrahim,” lanjutnya
mengulang kejadian pahit yang ia alami dengan bulir-bulir air mata di matanya.
Seorang tentara biadab datang mendekati tubuh Ibrahim, memutar tubuh Ibrahim dengan kakinya sambil tertawa setelah itu menembakkan senjatanya ke arah kepala Ibrahim.


Beberapa waktu kemudian, Kamal mencoba menenangkan dirinya setelah menyaksikan kebiadaban Israel terhadap tubuh putranya. “Setiap peluru yang ditembakkan, mereka iringi dengan nyanyian yang aku tidak mengerti maksudnya. Namun itu seperti merayakan sesuatu.” Saat mereka merasa telah cukup melakukan “latihan”, mereka meninggalkan rumah Kamal. Empat hari keluarga Awaga terperangkap hingga akhirnya tim medis berhasil mencari jalan untuk menyelamatkan keluarga itu dan membawanya ke rumah sakit. “Apakah yang mereka lakukan, layak untuk putraku?” ujarnya dengan terisak.
(Hanin Mazaya/arrahmah.com)

Mengapa Yahudi Mengincar Anak-anak Palestina?

Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza. Seperti yang diketahui, setelah lewat dua minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 900 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak. Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka.

Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Khaled Misyal, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz Alquran. Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.


Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan Alquran. Tak ada main video-game atau mainan-mainan bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.(Prince Muhammad/eramuslim)


sumber : http://arrahmah.com/index.php/news/read/3051/mengapa-yahudi-mengincar-bocah-bocah-palestina

Tak perlu tembak, Patahkan leher Mereka..!!

"Kami sedang patroli di Rafah. Tidak ada anjing-anjing di jalanan, yang ada hanya seorang bocah kecil tengah bermain dengan pasir. Dia sedang membuat rumah dari pasir. Teman kami mulai membidikkan senjatanya, tapi komandan kami melarang dan berkata, 'Jangan, dia hanya anak-anak. Tidak perlu ditembak. Patahkan saja leher atau tulang rusuknya.
Lalu kami hampiri dia dan mematahkan tulang-tulangnya. Kami pergi meninggalkan anak itu'.

Disebabkan media-media besar dunia, juga nyaris seluruh kantor berita internasional, dikuasai jaringan Zionis Internasional, maka kekejaman dan kebiadaban tentara Zionis-Israel tidak diketahui banyak orang. Termasuk bagaimana cara dan perasaan para tentara penjajah ini saat menyiksa warga Palestina, baik itu bayi dan anak-anak kecil, para gadis dan para Muslimah, dan sebagainya.

Sebuah foto dimuat dalam situs Kavkazcenter.com. Situs perjuangan Mujahidin Checnya misalnya pernah merilis sebuah foto yang sangat menyesakkan dada di mana seorang Muslimah Palestina sedang dikeroyok oleh tak kurang tiga tentara Israel dan tangan si Muslimah tersebut tengah berada dalam gigitan anjing besar yang dibawa tentara Zionis tersebut.


Bagaimanakah perasaan kita bila sang Muslimah Palestina tersebut adalah ibu kita? Isteri kita? Anak kita? Atau saudara kita? Rakyat Palestina setiap hari senantiasa berada dalam siksaan dan sasaran tembak tentara-tentara Zionis tersebut.

Terkait dengan hal itu, Harian Observer memuat kesaksian seorang psikolog Klinik Universitas Hebrew bernama Nufar Yishai-Karin. Psikolog Yahudi ini memeriksa dan mewawancarai delapan belas tentara Zionis-Israel yang banyak bertugas di daerah pendudukan.

Ternyata Mereka banyak yang mengaku senang bisa menyiksa orang-orang Arab tersebut, ujarnya.

Beberapa jawaban yang disampaikan tentara Zionis kepada Psikolog Yahudi tersebut sungguh-sungguh memperlihatkan bahwa mereka memang bukan manusia, tapi babi dan kera yang berwujud manusia. Inilah sebagian kutipannya:

"(Menyiksa mereka) seperti minum anggur yang lezat"

"Jika saya tidak ditugaskan ke Rafah atau daerah di mana banyak orang Palestinanya dan tidak menyiksa mereka, sepekan saja, maka saya merasakan badan ini kurang sehat".

Beberapa tentara Israel bahkan mengakui bahwa menyiksa orang Palestina merupakan bagian dari keimanan mereka.

"Kamu akan merasa kamu adalah hukum itu sendiri. Kamu adalah hukum. Kamu bebas untuk berbuat apa saja, bahkan terhadap anak-anak kecil dan tentu saja perempuan muda..."

"Kami adalah Tuhan, yang bisa berbuat apa saja terhadap mereka"!

"Saya pernah melakukan yang amat saya suka. Seorang pemuda Palestina saya tendang kemaluannya. Saya pecahkan, hingga dia tidak akan pernah punya anak".


Seorang tentara Israel lainnya dengan bangga bercerita bagaimana dia menyiksa seorang Muslimah Palestina, "Saya pukul wajahnya dengan gagang senjata ini hingga hancur dan dia tidak bisa lagi meludahi saya sampai kapan pun"

Yang lain berkata, "Kami sedang patroli di Rafah. Tidak ada anjing-anjing di jalanan, yang ada hanya seorang bocah kecil tengah bermain dengan pasir. Dia sedang membuat rumah dari pasir. Teman kami mulai membidikkan senjatanya, tapi komandan kami melarang dan berkata, ?Jangan, dia hanya anak-anak. Tidak perlu ditembak. Patahkan saja leher atau tulang rusuknya. Lalu kami hampiri dia dan mematahkan tulang-tulangnya. Kami pergi meninggalkan anak itu. (dakta)
sumber : http://swaramuslim.net/berita/more.php?id=5714_0_12_0_M

1/13/2009

Karya Spektakuler Trio Mujahid

Mimpi “Suci” Dari Balik Jeruji Besi.

Mimpi adalah sebuh kekuatan yang dahsyat, sepanjang mimpi
tersebut benar dan baik. Mimpi dapat memberi motivasi dan
dorongan dalam beramal, memperkuat iman, bahkan memantapkan
keyakinan. Mimpi juga bisa berfungsi sebagai pemberi peringatan
(tazkirah), nasihat, dan pembelajaran, serta penghibur dan selingan
khususnya dalam menghadapi ujian dan cobaan kehidupan yang
berat.


Inilah penjelasan hikmah mimpi yang benar dan baik menurut
pemahaman salafus sholeh. Sebuah penjelasan yang tidak
mengabaikan dan menganggap remeh arti sebuah mimpi
sebagaimana kaum rasionalis dan zindiq yang memahami semua
masalah sebatas akal dan hawa nafsu belaka. Bukan pula
pemahaman yang berlebih-lebihan dan melampaui batas, percaya
dan mengikuti mimpi melebihi Al Qur’an dan As Sunnah, padahal
tidak jarang mimpi itu batil yang datang dari syetan dan diperoleh
dengan jalan bertapa di kuburan, gua-gua, serta dengan cara ibadah
yang bertentangan dengan sunnah.

Dilengkapi dengan contoh mimpi-mimpi yang benar dan baik,
seperti : mimpi bertemu Rasulullah saw., dilatih perang, dan ditunggu
Rasulullah saw. Bahkan mimpi ditemui oleh mujahidin yang syahid di
medan jihad dengan wajah berseri-seri, di antara mereka ada yang
mengatakan aku masih hidup, ada pula yang menyampaikan, “hari
ini hari Jum’at, aku diizinkan Allah, untuk menemui anda, aku telah
menunaikan pesan anda, dan alhamdulillah, aku telah menyaksikan
kenikmatan-kenikmatan surga.”


Sekuntum Rosela Pelipur Lara

Bagi Imam Samudra, diasingkan adalah hijrah, penjara adalah uzlah,
dan hukuman mati adalah peluang menuju syahid. Artinya, tidak ada
kata berhenti untuk jihad dan berjuang menegakkan Islam.
Dari Istana Uzlah Nusakambangan, Imam Samudra masih sempat
membuat catatan & renungan membahas masalah fundamental
dalam Islam, seperti takfir, salafy, khawarij, dan irja’ sekaligus
membantah dan meluruskan syubhat yang dituduhkan kepada
dirinya. Lugas, terkadang jenaka, namun tetap kritis.

Imam Samudra telah dieksekusi mati sebagai resiko puncak
perjuangan yang dilakukannya. Namun dirinya tetap yakin bahwa
kebenaran tidak akan pernah mati bersama kematian para pemikul
kebenaran tersebut. Karena mujahidin yang syahid sejatinya tidaklah
‘mati’ dan jihad tidak akan pernah berhenti bahkan akan terus
berlangsung hingga hari kiamat.

Inilah, “Sekuntum Rosella Pelipur Lara”, yang merupakan catatan &
renungan Imam Samudra selama berada di Nusakambangan. Ditulis
dalam keterbatasan di balik jeruri besi tanpa kehilangan kekuatan
referensi. Sebuah furqon (pembeda) antara yang Haq dan yang
Bathil. Sebuah rujukan bagi yang ingin menyelami pemikiran dan
keyakinan perjuangan tiada henti seorang Imam Samudra.


Senyum Terakhir Sang Mujahid

Desaku, Tenggulun Namanya. Aku dilahirkan di sebuah desa yang
bernama Tenggulun. Desa ini terletak sekitar 7 km ke arah selatan
dari Tanjung Kodok, dan termasuk wilayah kecamatan Paciran,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Desa Tenggulun ini asalnya
bernama Trenggulun yang diambil dari nama sebuah pohon.
Trenggulun adalah sebuah pohon yang besar dan berduri, kayunya
sangat keras, daunnya kecil-kecil, buahnya pun bulat kecil, kalau
sudah matang (ranum) berwarna merah dan rasanya asam-asam
manis (kayak permen nano-nano). Siapa yang makan buah ini
dijamin akan kencing terus (bahasa Jawanya: beseren) dan baunya,
pesiiing….!

Inilah sebuah ‘biografi’ dari anak desa yang tidak pernah kuliah di
jurusan kimia namun mampu membuat bom yang efek ledakannya
begitu dahsyat layaknya mikro nuklir. Sebuah catatan kehidupan
seorang anak manusia dari desa Tenggulun yang selama ini menjadi
sorotan media seluruh dunia dan menjadi terkenal karena
senyumannya yang khas. Diceritakan secara jujur dan bersahaja,
kadang jenaka. Menjadi bukti kekuatan sebuah hidayah dan
keyakinan hidup.

Senyum Terakhir Sang Mujahid akan membawa Anda memasuki
‘dunia’ Amrozi sejak kecil, berjuang, hingga beliau di penjara dan
menuju detik-detik terakhir kehidupannya. Sebuah catatan
kehidupan yang sangat menarik dan unik, diceritakan apa adanya,
namun tetap penuh hikmah dan sarat pesan kehidupan.